58
If you
want to be around to meet the future Buddha, then just don’t practice. You’ll
probably be around long enough to see him when he comes.
Kalau Anda ingin menunggu untuk
bertemu Buddha yang akan datang, maka jangan
berlatih. Anda mungkin akan berkeliling
cukup lama untuk melihat Buddha ketika
Beliau datang.
59
I’ve
heard people say, "Oh, this year was a bad year for me." "How
come?" I ask them. "I was sick all year," they reply. "I
couldn’t practice at all." Oh! If they don’t practice when death is near,
when will they ever practice? No! They only get lost in happiness. If they’re
suffering, they still don’t practice. They get lost in that, too. I don’t know
when people think they’re going to practice.
Saya mendengar banyak orang berkata,”Oh, tahun ini adalah tahun
yang buruk bagi
saya.” “Bagaimana bisa?” “Saya sakit
sepanjang tahun,” jawabnya. “Saya tidak dapat
latihan meditasi sama sekali.” Oh!
Kalau mereka tidak berlatih ketika kematian sudah
dekat, kapan mereka bisa latihan
lagi? Kalau mereka sehat, apakah Anda pikir mereka
akan berlatih? Tidak. Mereka hanya
akan tenggelam dalam kebahagiaan. Kalau mereka
menderita, mereka tetap tidak
berlatih. Mereka akan kehilangan kesempatan pula. Saya
tidak tahu kapan mereka akan
berpikir untuk berlatih.
60
I’ve
already laid down the schedule and rules of the monastery. Don’t transgress the
existing standards. Anyone who does is not one who has come with a real
intention to practice. What can such a person ever hope to see? Even if he
slept near me every day, he wouldn’t see me. Even if he slept near the Buddha,
he wouldn’t see the Buddha, if he didn’t practice.
Saya telah menetapkan jadwal dan
peraturan vihara.
Jangan melewati batas yang telah ada.
Siapapun yang melanggar bukanlah orang yang datang dengan niat untuk
sungguhsungguh berlatih.
Apa yang diharapkan orang tersebut?
Walaupun dia tidur dekat saya
setiap hari, dia tidak akan melihat
saya. Walaupun dia tidur dekat Buddha, dia tidak
akan melihat Buddha; jika dia tidak
berlatih.
61
Don’t
think that only sitting with the eyes closed is practice. If you do think this
way, then quickly change your thinking. Steady practice is keeping mindful in
every posture, whether sitting, walking, standing or lying down. When coming
out of sitting, don’t think that you’re coming out of meditation, but that you
are only changing postures. If you reflect in this way, you will have peace.
Wherever you are, you will have this attitude of practice with you constantly.
You will have a steady awareness within yourself.
Jangan pernah berpikir bahwa hanya
dengan duduk dan mata ditutup berarti telah
berlatih meditasi. Jika kamu
berpikir seperti itu, maka segera ubah pemikiranmu.
Latihan yang mantap adalah menjaga kesadaran
pikiran di setiap sikap badan, apakah
duduk, berjalan, berdiri, atau
berbaring. Ketika selesai duduk, jangan berpikir bahwa
Anda telah keluar dari meditasi
tetapi berpikirlah Anda hanya mengubah sikap badan.
Bila Anda dapat melakukan dengan
cara ini, Anda akan mendapatkan kedamaian.
Dimanapun Anda berada, Anda akan
mempunyai kebiasaan berlatih dalam diri secara
bertahap. Anda akan mempunyai
kesadaran yang mantap dalam diri Anda.
62
"As
long as I have still not attained Supreme Enlightenment, I will not rise from
this place, even if my blood dries up." Reading this in the books, you may
think of trying it yourself. You’ll do it like the Buddha. But you haven’t
considered that your car is only a small one. The Buddha’s car was a really big
one. He could do it all at once. With only your tiny, little car, how can you
possibly take it all at once? It’s a different story altogether.
“Sebelum saya mencapai Penerangan
Sempurna, saya tidak akan beranjak dari tempat
ini, walaupun darah saya mengering.”
Anda telah membaca kalimat ini di dalam buku,
dan mungkin akan berpikir untuk
mencobanya sendiri. Anda akan melakukan hal yang
sama seperti Buddha. Tetapi Anda
belum mempertimbangkan bahwa kendaraan Anda
hanya kendaraan kecil. Kendaraan
Buddha adalah kendaraan besar. Buddha dapat
melakukannya secara serentak pada
saat bersamaan. Dengan kendaraan Anda yang
terbatas dan kecil, bagaimana
mungkin Anda dapat menanggungnya secara serentak?
Ini semuanya adalah cerita yang
berbeda.
63
I went
all over looking for places to meditate. I didn’t realize it was already there,
in my heart. All the meditation is right there inside you. Birth, old age,
sickness, and death are right there within you. I traveled all over until I was
ready to drop dead from exhaustion. Only then, when I stopped, did I find what
I was looking for … inside me.
Saya pergi berkelana untuk mencari
tempat meditasi. Saya tidak menyadari bahwa
tempat itu sudah tersedia, di hati
saya. Segala meditasi telah ada dalam dirimu.
Kelahiran, usia tua, penyakit, dan
kematian ada dalam dirimu. Saya berkeliling ke
segala penjuru sampai jatuh dalam
kepenatan. Saat itu, ketika berhenti, saya
menemukan apa yang selama ini saya
cari, ada di... dalam diri saya.
64
We don’t
meditate to see heaven, but to end suffering.
Kita tidak bermeditasi untuk melihat
surga tetapi untuk mengakhiri penderitaan.
65
Don’t be
attached to visions or lights in meditation, don’t rise or all with them.
What’s so great about brightness? My flashlight has it. It can’t help us rid
ourselves of our suffering.
Jangan melekat pada penglihatan atau
cahaya dalam meditasi, jangan bangun dan jatuh
karenanya pula. Apa yang hebat dari
cahaya? Senter saya memiliki cahaya. Cahaya
tidak dapat menolong kita untuk
lepas dari penderitaan.
66
You’re
blind and deaf without meditation. Dhamma isn’t easily seen. You must meditate
to see what you’ve never seen. Were you born a teacher? No. You must study
first. A lemon is sour only when you have tasted it.
Anda buta dan tuli tanpa meditasi.
Dhamma tidak mudah untuk dilihat. Anda harus
bermeditasi untuk melihat apa yang
tidak pernah Anda lihat. Apakah Anda terlahir
sebagai guru? Tidak. Anda harus
belajar terlebih dahulu. Lemon terasa asam hanya bila
Anda telah mencicipinya.
67
When
sitting in meditation, say, "That’s not my business!" with every
thought that comes by.
Ketika duduk bermeditasi, katakanlah
“Itu bukan urusan saya!” pada segala pikiran
yang muncul.
68
When we
are lazy we should practice and not only when we feel energetic or in the mood.
This is practicing according to the Buddha’s teaching. According to our own, we
practice only when we’re feeling good. How are we going to get anywhere like
that? When are we going to cut the stream of defilements when we practice only
according to our whims like that?
Ketika merasa malas, kita harus
berlatih dan tidak hanya ketika merasa bersemangat
atau pada saat suasana hati
mendukung. Ini merupakan latihan menurut ajaran Buddha.
Menurut diri kita sendiri, kita
berlatih hanya saat suasana hati baik. Bagaimana kita
dapat maju? Bagaimana kita dapat
memutus aliran kekotoran batin bila kita berlatih
hanya menurut cara kita yang seperti
itu?
69
Whatever
we do, we should see ourselves. Reading books doesn’t ever give rise to
anything. The days pass by, but we don’t see ourselves. Knowing about practice
is practicing in order to know.
Apapun yang kita lakukan, kita harus
selalu melihat diri kita sendiri. Membaca buku
tidak akan pernah membangkitkan
apapun. Hari terus berlalu, tetapi kita tidak melihat
diri kita sendiri. Memahami latihan
adalah berlatih untuk memahami.
70
Of course
there are dozens of meditation techniques, but it all comes down to this - just
let it all be. Step over here where it is cool, out of the battle. Why not give
it a try?
Tentu saja terdapat berbagai teknik
meditasi, tetapi semua akan kembali ke sini, --
biarkan semua seperti apa adanya.Datanglah ke sini, tenang dan bebas
dari perseteruan.
Mengapa Anda tidak mencobanya?
71
Merely
thinking about practice is like pouncing on the shadow and missing the
substance.
Hanya berpikir mengenai latihan
seperti memancing dalam bayangan dan
menghilangkan maknanya.
72
When I
had been practicing for only a few years, I still could not trust myself. But
after I had experienced much, I learned to trust my own heart. When you have
this deep understanding, whatever happens, you can let it happen, and
everything will just rise and pass away. You will reach a point where the heart
tells itself what to do.
Ketika saya telah berlatih selama
beberapa tahun, saya tetap belum dapat mempercayai
diri sendiri. Tetapi setelah saya
mendapat banyak pengalaman, saya belajar untuk
mempercayai hati saya sendiri.
Ketika Anda telah memiliki pengertian yang mendalam,
apapun yang terjadi, Anda dapat
merasakan semuanya terjadi, semuanya hanya datang
dan pergi. Anda akan mencapai suatu
titik dimana hati akan berkata sendiri apa yang
harus Anda lakukan.
73
In
meditation practice, it is actually worse to be caught in calmness than to be
stuck in agitation, because at least you will want to escape from agitation,
whereas you are content to remain in calmness and not go any further. When
blissful clear states arise from insight meditation practice, do not cling to
them.
Dalam latihan meditasi, sebenarnya
adalah lebih buruk terjebak dalam keheningan
dibandingkan terjebak dalam
kegelisahan, karena pada akhirnya Anda akan ingin
membebaskan diri dari kegelisahan
tersebut, sebaliknya Anda akan terpaku dalam
keheningan dan tidak berlatih lebih
lanjut. Ketika kebahagiaan muncul dengan jelas
dalam latihan Vipassana tersebut,
jangan melekat padanya.
74
Meditation
is just about the mind and the feelings. It’s not something you have to run
after or to struggle for. Breathing continues while working. Nature takes care
of the natural processes. All we have to do is try to be aware, going inwards
to see clearly. Meditation is like this.
Meditasi hanya mengenai pikiran dan
perasaan. Meditasi bukan sesuatu yang perlu
dikejar atau diperjuangkan. Bernafas
secara terus menerus selama bekerja. Alam telah
menjaga proses alami. Yang perlu
kita lakukan hanyalah mencoba untuk sadar, secara
batin melihat dengan jelas. Meditasi
adalah seperti itu.
75
Not
practicing rightly is being heedless. Being heedless is like being dead. Ask
yourself if you will have time to practice when you die. Constantly ask
yourself, "When will I die?" If we contemplate in this way, our mind
will be alert every second, heedfulness will always be present, and mindfulness
will automatically follow. Wisdom will arise, seeing all things as they really
are very clearly. Mindfulness guards the mind so that it knows when sensations
arise at all times, day and night. To have mindfulness is to be composed. To be
composed is to be heedful. If one is heedful, then one is practicing rightly.
Tidak berlatih dengan benar adalah
seperti tanpa perhatian. Perhatian yang tidak
terpusat sama seperti mati. Tanyakan
diri Anda sendiri apakah Anda mempunyai waktu
untuk berlatih ketika Anda mati?
Tanyakan terus pada diri Anda, “Kapan saya akan
mati?” Ketika kita merenung dengan
cara ini, pikiran akan waspada setiap saat, pikiran
yang penuh perhatian akan selalu
hadir, dan kesadaran penuh akan mengikuti secara
otomatis. Kebijaksanaan akan muncul,
melihat segala sesuatu seperti apa adanya
dengan jelas. Kesadaran menjaga
pikiran sehingga mengetahui ketika sensasi muncul
setiap saat, siang dan malam.
Memiliki kesadaran menimbulkan ketenangan. Menjaga
ketenangan adalah dengan pikiran
terpusat. Bila pikiran seseorang terpusat, maka ia
telah berlatih dengan benar.
76
The
basics in our practice should be: first, to be honest and upright; second, to
be wary of wrongdoing; and third, to be humble within one’s heart, to be aloof
and content with little. If we are content with little in regards to speech and
in all other things, we will see ourselves, we won’t be distracted. The mind
will have a foundation of virtue, concentration, and wisdom.
Dasar dalam latihan kita, yang
utama, haruslah selalu jujur dan lurus, --kedua, selalu
waspada terhadap perbuatan salah;
--ketiga, selalu rendah hati terhadap orang lain, tak
banyak bicara, dan mudah puas (tidak
memiliki banyak keinginan). Bila kita dapat puas
dengan hal kecil saat berbicara dan
hal lainnya, kita akan melihat diri kita sendiri, kita
tidak akan terganggu. Pikiran akan
mempunyai dasar kemoralan (sila), konsentrasi
(samadhi), dan kebijaksanaan
(panna).
77
At first
you hurry to go forward, hurry to come back, and hurry to stop. You continue to
practice like this until you reach the point where it seems that going forward
is not it, coming back is not it, and stopping is not it either! It’s finished.
There’s no stopping, no going forward and no coming back. It is finished. Right
there you will find that there is really nothing at all.
Pada awalnya, Anda tergesa-gesa
untuk maju,
tergesa-gesa untuk kembali, dan
tergesa gesa untuk berhenti.
Anda terus berlatih seperti ini
sampai mencapai suatu tahap
dimana bukan maju, bukan kembali,
dan juga bukan berhenti! Selesai. Dimana tidak
ada pemberhentian, tidak maju, dan
tidak kembali. Itu telah selesai. Di saat itu, Anda
akan menemukan bahwa segala nya
hampa.
78
Remember
you don’t meditate to "get" anything, but to get "rid" of
things. We do it not with desire but with letting go. If you "want"
anything, you won’t find it.
Ingatlah bahwa Anda tidak
bermeditasi untuk “mendapatkan” sesuatu, tetapi untuk
“melepaskan” sesuatu. Kita melakukan
meditasi, tanpa keinginan, tetapi dengan
membiarkannya hilang. Bila Anda
“menginginkan” sesuatu, Anda tidak akan
mendapatkannya.
79
The heart
of the path is quite easy. There’s no need to explain anything at length. Let
go of love and hate and let things be. That’s all that I do in my own practice.
Inti dari Sang Jalan cukup mudah.
Tidak ada yang perlu dijelaskan panjang lebar.
Lepaskan cinta dan benci, juga
biarkan segalanya berjalan seperti apa adanya. Itulah
yang telah saya lakukan selama ini
dalam latihan.
80
Asking
the wrong questions shows that you are still caught in doubting. Talking about
practice is all right, if it helps contemplation. But it’s up to you yourself
to see the Truth.
Menanyakan pertanyaan yang salah
menunjukkan bahwa Anda tetap terjebak dalam
keragu-raguan. Berbicara mengenai
latihan adalah baik, bila hal itu membantu
perenungan. Tetapi itu terserah Anda
untuk dapat melihat kebenaran.
81
We
practice to learn how to let go, not how to increase our holding on to things.
Enlightenment appears when you stop wanting anything.
Kita berlatih untuk belajar
melepaskan sesuatu, bukan untuk menambah keterikatan
pada sesuatu. Pencerahan terjadi
ketika Anda berhenti menginginkan sesuatu.
82
If you
have time to be mindful, you have time to meditate.
Bila Anda mempunyai waktu untuk
menyadari, Anda mempunyai waktu untuk
bermeditasi.
83
Someone
recently asked me, " As we meditate and various things arise in the mind,
should we investigate them or just note them coming and going?" If you see
someone passing by who you don’t know, you may wonder, "Who is that? Where
is he going? What is he up to?" But if you know the person, it is enough
just to notice him pass by.
Seseorang pernah bertanya kepada
saya, “Saat kita bermeditasi dan banyak hal timbul
dalam pikiran, haruskah kita
menyelidikinya atau cukup menyadarinya datang dan
pergi?” Bila Anda melihat seseorang
berlalu dan Anda tidak mengenalnya, Anda
mungkin bertanya,”Siapakah dia?
Kemana dia hendak pergi? Apa yang dia lakukan?”
Tetapi bila kita mengenalnya, cukup
menyadarinya berlalu.
84
Desire in
practice can be a friend or an enemy. As a friend, it makes us want to practice,
to understand, to end suffering. But to be always desiring something that has
not yet arisen, to want things to be other than they are, just causes more
suffering, and this is when desire can be a foe. In the end, we must learn to
let go of all our desires, even the desire for enlightenment. Only then can we
be free.
Keinginan dalam berlatih dapat
menjadi kawan maupun lawan. Sebagai kawan,
membuat kita mau berlatih, untuk
mengerti, dan untuk mengakhiri penderitaan. Namun
untuk selalu menginginkan sesuatu
yang belum muncul, mengin ginkan sesuatu menjadi
lain dari yang ada, hanya
menimbulkan lebih banyak penderitaan, dan inilah ketika
keinginan dapat menjadi lawan. Pada
akhirnya kita harus belajar untuk melepaskan
semua keinginan, juga keinginan
untuk pencerahan. Hanya dengan demikia n kita dapat
terbebas.
85
Someone
once asked Ajahn Chah about the way he taught meditation: "Do you use the
method of daily interviewing to examine the mind-state of a person?" Ajahn
Chah responded by saying, "Here I teach disciples to examine their own
mind-states, to interview themselves. Maybe a monk is angry today, or maybe he
has some desire in his mind. I don’t know it but he should. He doesn’t have to
come and ask me about it, does he?
Seseorang pernah bertanya pada Ajahn
Chah mengenai cara ia mengajar meditasi:
“Apakah Anda menggunakan metode
wawancara harian untuk meneliti pikiran
seseorang?” Ajahn Chah menjawab
dengan berkata, “Di sini saya mengajar murid
untuk meneliti pikirannya sendiri,
untuk mewawancarai diri mereka sendiri. Mungkin
seorang bhikkhu marah hari ini, atau
mungkin ia mempunyai nafsu dalam pikirannya.
Saya tidak mengetahuinya tetapi ia
harus tahu. Dia tidak perlu datang dan bertanya
pada saya tentang itu. Iya, kan?”
86
Our life
is an assembly of elements. We use conventions to describe things, but we get
attached to the conventions and take them to be something real. For example,
people and things are given names. We could go back to the beginning, before
names were given, and call men "women" and women "men" -
what would be the difference? But now we cling to names and concepts, so we
have the war of the sexes and other wars as well. Meditation is for seeing
through all of this. Only then can we reach the unconditioned and be at peace,
not at war.
Hidup kita adalah rangkaian dari
unsur-unsur. Kita menggunakan kebiasaan untuk
menggambarkan sesuatu, tetapi kita
telah terikat pada kebiasaan dan memakainya
sebagai sesuatu yang nyata. Sebagai
contoh, manusia dan benda diberi nama.
Kita dapat kembali pada permulaan
sebelum nama diberikan, dan memanggil pria dengan “wanita” dan memanggil wanita
dengan “pria”, apa ada bedanya?
Tetapi sekarang kita terpaku pada
penamaan dan konsep, sehingga kita mendapat pertentangan jenis kelamin dan pertentangan
lainnya yang serupa.
Meditasi adalah untuk melihat
melampaui semua ini.
Dengan demikian, kita kelak dapat
mencapai tahapan tanpa-kondisi dan dalam
kedamaian, bukan peperangan.
87
Some
people enter the monkhood out of faith, but later walk all over what the Buddha
taught. They know better, but refuse to practice rightly. Indeed, there are not
many who really practice nowadays.
Beberapa orang menjadi bhikkhu tanpa
keyakinan, tetapi kemudian melanggar ajaran
Buddha. Mereka mengetahui lebih baik
tetapi menolak untuk berlatih dengan benar.
Sesungguhnya, mereka yang berlatih
dengan benar tinggal sedikit saat ini.
88
Theory
and practice - the first knows the name of the medicinal plant, and the second
goes out to find it and uses it.
Teori dan praktek, --yang pertama
mengetahui nama tanaman obat, lalu yang kedua
keluar mencarinya dan
menggunakannya.
89
Noise -
you like the sound of birds but not that of cars. You’re afraid of people and
noises, and you like to live alone in the forest. Let go of the noise and take
care of the baby. The "baby" is your practice.
Kebisingan --Anda menyukai suara
burung tetapi tidak suara mobil. Anda takut
terhadap orang dan kebisingan, dan
Anda suka hidup menyendiri dalam hutan.
Lepaskan kebisingan dan merawat
bayi. Sang “bayi” adalah latihan Anda.
90
A newly
ordained novice asked Ajahn Chah what his advice was for those new to meditation
practice. "The same as for those who’ve already been at it for a long
time," he replied. And what was that? "Just keep at it," he
said.
Seorang yang baru ditahbiskan
(samanera) bertanya pada Ajahn Chah apa nasihatnya
bagi pemula dalam berlatih meditasi.
“Sama halnya dengan mereka yang telah lama
berlatih,” ia menjawab. Dan apakah
itu? “ Tetaplah berlatih,” jawabnya.
91
People
say that the Buddha’s teaching is right, but it is impossible to practice in
society. They say things like, "I’m young, so I don’t have the opportunity
to practice, but when I’m old I’ll practice." Would you say "I’m
young, so I don’t have time to eat?" If I poked you with a stick that was
on fire, would you say "I’m suffering, it’s true, but since I live in this
society I can’t get away from it?"
Orang mengatakan bahwa ajaran Buddha
adalah benar, tetapi sulit untuk dilaksanakan
dalam kehidupan bermasyarakat.
Mereka berkata seperti “Saya masih muda dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berlatih,
tetapi bila saya tua kelak saya akan berlatih.”
Apakah Anda berkata, “Saya masih
muda, jadi tidak punya waktu untuk makan?” Bila
saya menyodok Anda dengan batang
kayu yang membara, apakah Anda akan berkata,
“Saya menderita, itu benar, tetapi
karena saya hidup dalam masyarakat, saya tidak
dapat melarikan diri dari
penderitaan?”
92
Virtue, concentration, and
wisdom together make up the heart of Buddhist practice. Virtue keeps the body
and speech intact. And the body is the residence of the mind. So practice has
the way of virtue, the way of concentration, and the way of wisdom. It’s like a
piece of wood cut into three sections, but it’s really only one log. If we want
to throw away body and speech, we cannot. If we want to throw away mind, we
cannot. We must practice with the body and the mind. So in truth, virtue,
concentration, and wisdom are one harmonious union that work together.
Kemoralan (sila), konsentrasi
(samadhi), dan kebijaksanaan (panna) adalah inti dari
praktek agama Buddha. Kemoralan
menjaga tubuh dan ucapan secara menyeluruh. Dan
tubuh adalah rumah dari pikiran.
Jadi, latihan adalah jalan dari kemoralan, jalan bagi
konsentrasi dan jalan bagi
kebijaksanaan. Seperti sepotong kayu dipotong menjadi tiga
bagian, tetapi sebenarnya hanya
satu. Jika kita melepaskan tubuh dan ucapan, kita tidak bisa. Jika kita ingin
melepaskan pikiran, kita tidak bisa.Kita harus berlatih dengan tubuh dan
pikiran.
Jadi sebenarnya sila, samadhi, dan
panna adalah satu kesatuan harmonis
yang bekerja bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar