Sampai
disini, ini hanyalah kekuatan dan kemurnian yang pikiran peroleh dari samadhi.
Tingkatan samadhi ini adalah samadhi yang mencapai puncaknya. Pikiran telah
mencapai puncak samadhi, bukan lagi sekedar konsentrasi sesaat. Bila anda
menggunakannya untuk meditasi vipassana pada titik ini,
kontemplasi
menjadi tak terputus dan penuh insight. Atau anda bisa saja memakai energi yang
terpusat tersebut untuk hal lainnya. Dari sini anda dapat mengembangkan
kesaktian,melakukan hal gaib atau apapun yang ingin anda lakukan.
Para
asketik dan pertapa telah menggunakan energi Samadhi untuk membuat air suci,
jimat atau guna-guna. Semuanya mungkin pada tahapan ini, dan bisa menguntungkan
untuk beberapa hal; tetapi itu seperti keuntungan dari alkohol. Anda meminumnya
dan anda mabuk.
Mengertikah
anda maksud kisah ini?
Segala
sesuatu yang dialami dengan pikiran damai akan langsung memberi- kan pemahaman
yang luar biasa. Takkan lagi kita membuat pelbagai interpretasi pada apa yang
dialami. Harta-benda,kemasyhuran,cacian, pujian, kebahagiaan dan kesedihan
datang berjalan sendiri; dan kita tetap tenteram-damai; kita bijaksana. Bahkan
ini jadi sangat menyenangkan. Menyaring
dan
memisah-misahkan hal-hal ini adalah pekerjaan yang mengasyikkan. Apa yang orang
sebut dengan baik, buruk,jahat, begini, begitu, kebahagiaan, kesedihan, atau
apapun —semuanya diambil buat keuntungan kita. Orang lain memanjat pohon mangga
dan menggoyang dahannya agar buahnya jatuh ke anda. Kita hanya menikmati
mengumpulkan buah tanpa perlu merasa cemas. Yah, apa lagi yang harus
ditakutkan?
Adalah
orang lain yang memetik untuk kita. Kekayaan,kemasyhuran, pujian, hinaan,
kebahagiaan, kesedihan dan lainnya tidak lebih daripada buah-buah mangga jatuh.
Kita
memeriksanya dengan hati tenang. Kemudian kita akan mengetahui mana yang baik
dan mana yang busuk.
Ketika
kita mulai menggunakan kedamaian dan ketenangan dari samadhi untuk
mengkontemplasikan segala sesuatu, muncullah kebijaksanaan. Yang demikianlah
yang saya sebut: wisdom.
Inilah
vipassana. Ini bukanlah sesuatu yang dibuat-buat ataupun penafsiran. Vipassana
akan berkembang secara alami bila kita bijak. Kita tidak perlu memberi nama apa
apa yang terjadi. Jika saat itu ada sedikit pemahaman (insight) yang jernih,
kita menyebutnya ‘vipassana kecil’. Kalau insight ini bertambah sedikit, kita
menyebutnya ‘vipassana cukupan’.
Bila
pikiran (knowing) sepenuhnya mengetahui sesuai dengan kebenaran, kita
menyebutnya ‘vipassana besar’. Sebenarnya saya lebih suka menggunakan kata
‘kebijaksanaan’ (panna) daripada ‘vipassana’. Jika kita berpikir kita mau duduk
dari waktu ke waktu dan mempraktikkan meditasi-vipassana, kita bakal mengalami
kesulitan. Insight harus datang dari kedamaian dan ketenang-seimbangan.
Keseluruhan proses ini akan terjadi secara alami sesuai hukumnya sendiri. Kita
tak dapat memaksakannya.
Sang
Buddha mengatakan proses ini matang dengan sendirinya. Ketika praktik mencapai
tahap ini, kita membolehkannya berkembang sesuai dengan kemampuan, kecakapan
spiritual dan kebajikan (merit) yang kita kumpulkan di masa lampau. Tetapi kita
tidak berhenti berusaha dalam berlatih.
Apakah
perkembangannya mulus atau lambat adalah di luar kendali kita. Seperti menanam
pohon, pohon tersebut tahu seberapa cepat ia harus tumbuh. Kalau kita
menginginkannya tumbuh lebih cepat, itu adalah kebodohan. Kalau kita mau ia
tumbuh lebih lambat, kenalilah ini adalah kebodohan juga. Jika kita telah
melakukan pekerjaan, hasilnya pasti akan datang belakangan — ibarat menanam
pohon. — Contoh,katakanlah kita menanam pohon cabai. Tanggung-jawab kita adalah
menggali lubang, menanam biji cabai, menyiramnya,memberi pupuk dan menjaganya
dari serangan serangga.
Inilah
tugas kita, kesepakatan kita. Disinilah faktor keyakinan berperan. Apakah pohon
cabai tumbuh atau tidak terserah padanya. Bukan urusan kita. Kita tidak dapat
menarik-narik tanaman itu, meregangkan dan membuatnya tumbuh lebih cepat.
Itulah bukanlah cara kerja alam. Pekerjaan kita adalah menyirami dan
memupuknya. Mempraktikkan Dhamma dengan cara demikian akan membuat hati kita
ringan. Kalau kita bisa mencapai pencerahan pada kehidupan ini,
itu
baik. Apabila memang harus menunggu hingga kehidupan yang akan datang, juga tak
masalah. Kita mempunyai keyakinan dan kepastian yang tak terpatahkan dalam
Dhamma.
Apakah
kita berkembang cepat atau lambat tergantung pada kemampuan bawaan kita,
kecakapan spiritual dan kebajikan yang telah terkumpul. Mempraktikkan Dhamma
seperti ini akan memudahkan kita. Seperti mengendarai kereta kuda. Kita tidak
meletakkan kereta di depan kudanya. Atau malah berjalan di depan kerbau ketika
sedang membajak.
Yang
saya bicarakan di sini adalah pikiran tak sabar yang nyondol-nyondol sendiri.
Ingin hasil cepat-cepat bukanlah caranya. Jangan berjalan di depan kerbau. Anda
harus berjalan di belakang-nya.
Seperti
tanaman cabai yang sedang kita rawat. Berikan air dan pupuk, dan ia akan
menyerap nutrisinya sendiri. Ketika semut atau rayap datang mengganggu, kita
menggebahnya pergi. Mengerjakan ini sudah cukup bagi pohon cabai tersebut
tumbuh subur dengan caranya sendiri; dan saat ia tumbuh dengan bagus, janganlah
memaksanya berbunga ketika kita pikir seharusnya sudah berbunga. Itu sama
sekali bukan urusan kita. Itu hanya menimbulkan penderitaan yang tidak perlu.
Biarkan ia mekar dengan sendirinya. Dan saat mulai berbunga, jangan menuntutnya
segera menghasilkan
cabai.
Jangan memaksanya. Itu sungguh akan menimbulkan penderitaan. Begitu kita paham
urusan ini, kita bakal tahu mana yang jadi tanggungjawab kita dan mana yang
bukan.
Masing-masing
mengerjakan tugasnya sendiri. Pikiran pun tahu apa yang mesti dilakukannya.
Namun apabila pikiran tidak mengerti akan perannya, ia akan memaksa tanaman itu
menghasilkan lombok sejak di hari ia ditanam . Pikiran akan menuntutnya untuk
tumbuh, berbunga dan menghasilkan lombok seluruhnya dalam satu hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar