Segala sesuatu yg ada dunia ini hanyalah berupa konvensi
(ketentuan, kesepakatan) yg kita buat sendiri. Setelah membuat dan merumuskan
konvensi tsb, kita malah tersesat di dalamnya, dan menolak untuk melepaskannya,
sehingga menimbulkan kemelekatan pada pandangan dan pendapat-pendapat pribadi.
Kemelekatan ini tidak pernah berakhir, ia adalah samsāra, mengalir secara terus-menerus. Ia
tidak memiliki penyelesaian. Sekarang, jika kita mengenali dan mengetahui
realita konvensional ini, maka kita akan mengetahui Pembebasan. Jika kita
mengetahui Pembebasan secara jelas, maka kita pun akan memahami apa itu
konvensi. Ini adalah mengetahui Dhamma. Di sinilah letak penyelesaiannya.
Ambillah contoh orang-orang. Sebenarnya, orang tidak memiliki nama, kita lahir telanjang di dunia. Jika kita memiliki nama, ia muncul karena konvensi. Saya sudah merenungkan hal ini dan melihat bahwa jika anda tidak memahami kebenaran dari konvensi ini, ia bisa menjadi benar-benar berbahaya. Ia hanyalah sesuatu yg kita gunakan untuk mempermudah kita saja. Tanpa konvensi, kita tidak mungkin bisa berkomunikasi, tidak ada yg bisa diucapkan, tidak ada bahasa apa pun.
Saya mengamati orang-orang Barat ketika mereka duduk bermeditasi bersama-sama di negara-negara Barat. Ketika mereka berdiri setelah duduk bermeditasi, laki-laki dan perempuan secara bersamaan, kadang-kadang mereka mendekat dan saling menyentuh kepala (note: menyentuh kepala orang di Thailand biasanya dianggap sebagai penghinaan). Ketika saya melihat hal ini saya berpikir, "Ehh, jika kita terikat pada konvensi, ia menimbulkan kegelapan bathin di sana." Jika kita bisa melepaskan konvensi, melepaskan opini-opini kita, maka kita pun bisa damai.
Seperti halnya para jenderal dan kolonel, orang-orang dari berbagai jabatan dan pangkat, yg datang mengunjungi saya. Ketika mereka datang mereka bilang, "Oh, tolong sentuh kepala saya." (note: di Thailand, dgn kepala disentuh oleh bhikkhu yg sangat dihormati, dipercaya dapat membawa keberuntungan). Jika mereka meminta hal-hal seperti ini, memang tidak ada yg salah, mereka senang jika kepala mereka disentuh. Tetapi jika anda menepuk kepala mereka di tengah jalan, itu lain lagi ceritanya! Ini adalah akibat dari kemelekatan. Jadi, saya merasa bahwa melepaskan adalah jalan yg benar-benar menuntun kepada kedamaian. Menyentuh kepala tidaklah sesuai dengan adat istiadat kita, tetapi sebenarnya itu tidak ada apa-apanya. Bila mereka memperbolehkan kepala mereka disentuh, maka tidak ada yg salah di sana, tidak ada bedanya dgn memegang kubis atau kentang.
Menerima, melepaskan, merelakan - ini adalah jalan menuju penerangan. Di mana anda melekat, maka di sana pula ada kemunculan dan kelahiran. Ada bahaya di sana. Sang Buddha mengajarkan ttg konvensi dan beliau mengajarkan kita untuk melepaskan konvensi dgn cara yg benar, supaya kita bisa mencapai Pembebasan.
Inilah kebebasan, tidak melekat pada konvensi. Segala sesuatu di dunia ini merupakan realita konvensional. Setelah membuat dan menetapkan konvensi-konvensi, seharusnya kita tidak tertipu oleh mereka, karena dgn terjebak di dalamnya akan benar-benar menuntun pada penderitaan. Peraturan-peraturan dan konvensi adalah poin yg sangat penting. Seseorang yg dapat melampaui mereka, akan melampaui penderitaan.
Namun demikian, mereka adalah karakteristik dari dunia kita. Ambil contoh Pak Boonmah misalnya; dia dulunya hanya seorang masyarakat biasa saja, tetapi sekarang dia telah diangkat menjadi Komisioner Wilayah. Hal ini hanyalah sebuah konvensi saja, tetapi ini adalah konvensi yg seharusnya kita hormati. Ia adalah bagian dari dunia umat manusia. Jika anda berpikir, "Oh, sebelumnya kami adalah sahabat, kami dulu sama-sama bekerja di toko baju," dan kemudian anda pergi dan menepuk kepalanya di depan umum, dia akan marah. Itu tidak benar, dia akan merasa tersinggung. Jadi, kita seharusnya mengikuti konvensi-konvensi agar tidak menyinggung perasaan orang. Adalah bermanfaat untuk memahami konvensi, hidup di dunia memang seperti ini. Mengetahui tempat dan waktu yg tepat, mengetahui orangnya.
Ambillah contoh orang-orang. Sebenarnya, orang tidak memiliki nama, kita lahir telanjang di dunia. Jika kita memiliki nama, ia muncul karena konvensi. Saya sudah merenungkan hal ini dan melihat bahwa jika anda tidak memahami kebenaran dari konvensi ini, ia bisa menjadi benar-benar berbahaya. Ia hanyalah sesuatu yg kita gunakan untuk mempermudah kita saja. Tanpa konvensi, kita tidak mungkin bisa berkomunikasi, tidak ada yg bisa diucapkan, tidak ada bahasa apa pun.
Saya mengamati orang-orang Barat ketika mereka duduk bermeditasi bersama-sama di negara-negara Barat. Ketika mereka berdiri setelah duduk bermeditasi, laki-laki dan perempuan secara bersamaan, kadang-kadang mereka mendekat dan saling menyentuh kepala (note: menyentuh kepala orang di Thailand biasanya dianggap sebagai penghinaan). Ketika saya melihat hal ini saya berpikir, "Ehh, jika kita terikat pada konvensi, ia menimbulkan kegelapan bathin di sana." Jika kita bisa melepaskan konvensi, melepaskan opini-opini kita, maka kita pun bisa damai.
Seperti halnya para jenderal dan kolonel, orang-orang dari berbagai jabatan dan pangkat, yg datang mengunjungi saya. Ketika mereka datang mereka bilang, "Oh, tolong sentuh kepala saya." (note: di Thailand, dgn kepala disentuh oleh bhikkhu yg sangat dihormati, dipercaya dapat membawa keberuntungan). Jika mereka meminta hal-hal seperti ini, memang tidak ada yg salah, mereka senang jika kepala mereka disentuh. Tetapi jika anda menepuk kepala mereka di tengah jalan, itu lain lagi ceritanya! Ini adalah akibat dari kemelekatan. Jadi, saya merasa bahwa melepaskan adalah jalan yg benar-benar menuntun kepada kedamaian. Menyentuh kepala tidaklah sesuai dengan adat istiadat kita, tetapi sebenarnya itu tidak ada apa-apanya. Bila mereka memperbolehkan kepala mereka disentuh, maka tidak ada yg salah di sana, tidak ada bedanya dgn memegang kubis atau kentang.
Menerima, melepaskan, merelakan - ini adalah jalan menuju penerangan. Di mana anda melekat, maka di sana pula ada kemunculan dan kelahiran. Ada bahaya di sana. Sang Buddha mengajarkan ttg konvensi dan beliau mengajarkan kita untuk melepaskan konvensi dgn cara yg benar, supaya kita bisa mencapai Pembebasan.
Inilah kebebasan, tidak melekat pada konvensi. Segala sesuatu di dunia ini merupakan realita konvensional. Setelah membuat dan menetapkan konvensi-konvensi, seharusnya kita tidak tertipu oleh mereka, karena dgn terjebak di dalamnya akan benar-benar menuntun pada penderitaan. Peraturan-peraturan dan konvensi adalah poin yg sangat penting. Seseorang yg dapat melampaui mereka, akan melampaui penderitaan.
Namun demikian, mereka adalah karakteristik dari dunia kita. Ambil contoh Pak Boonmah misalnya; dia dulunya hanya seorang masyarakat biasa saja, tetapi sekarang dia telah diangkat menjadi Komisioner Wilayah. Hal ini hanyalah sebuah konvensi saja, tetapi ini adalah konvensi yg seharusnya kita hormati. Ia adalah bagian dari dunia umat manusia. Jika anda berpikir, "Oh, sebelumnya kami adalah sahabat, kami dulu sama-sama bekerja di toko baju," dan kemudian anda pergi dan menepuk kepalanya di depan umum, dia akan marah. Itu tidak benar, dia akan merasa tersinggung. Jadi, kita seharusnya mengikuti konvensi-konvensi agar tidak menyinggung perasaan orang. Adalah bermanfaat untuk memahami konvensi, hidup di dunia memang seperti ini. Mengetahui tempat dan waktu yg tepat, mengetahui orangnya.
Mengapa adalah hal yg salah untuk melawan konvensi? Ia
salah karena orang-orang! Anda harus pintar-pintar, memahami baik konvensi
maupun Pembebasan. Mengetahui waktu yg tepat utk masing-masing. Jika kita tahu
bagaimana menggunakan peraturan-peraturan dan konvensi-konvensi dgn tepat, maka
kita pun menjadi telaten.
Tetapi jika kita mencoba utk berprilaku menurut realita tingkat yg lebih tinggi namun pada situasi yg salah, maka ini menjadi keliru. Di mananya yg keliru? Ia keliru karena berbenturan dgn kegelapan bathin orang-orang, itulah dia! Semua orang memiliki kegelapan bathin. Di dalam situasi yg satu, kita berprilaku dgn cara yg ini, di dalam situasi yg lain, kita harus berprilaku dgn cara yg lain pula. Kita harus mengetahui plus minusnya, karena kita hidup di dalam konvensi-konvensi. Masalah-masalah muncul karena orang melekat kepadanya. Jika menganggap sesuatu menjadi seperti itu, maka jadilah ia seperti itu. Ia disana karena kita menganggapnya ada di sana. Tetapi jika anda memperhatikan lebih cermat, secara absolut sebenarnya hal-hal ini tidak ada.
Seperti yg sudah sering saya katakan, sebelumnya kita adalah umat awam dan kini kita adalah bhikkhu. Kita hidup di dalam konvensi "umat awam" dan kini kita hidup di dalam konvensi "bhikkhu". Kita adalah bhikkhu secara konvensi, bukan bhikkhu di dalam Pembebasan. Pada awalnya kita merumuskan konvensi-konvensi seperti ini, tetapi jika seseorang cuma ditahbiskan saja, ini tidak berarti dia sudah menaklukkan kegelapan bathinnya. Jika kita mengambil segenggam pasir dan sepakat utk menyebutnya garam, apakah ini menjadikannya garam? Ia memang garam, tetapi hanya sebutannya saja, bukan kenyataannya. Anda tidak bisa memakainya utk masak. Satu-satunya fungsinya hanya ada di dalam lingkup kesepakatan itu saja, karena pada kenyataannya tidak ada garam apa pun di sana, hanya pasir. Ia menjadi garam hanya karena kita menganggapnya begitu.
Kata "Pembebasan" ini sendiri juga hanyalah sebuah konvensi saja, tetapi ia merujuk kepada hal-hal yg melampaui konvensi. Setelah mencapai kebebasan, setelah mencapai Pembebasan, kita tetap harus menggunakan konvensi utk merujuk kepadanya sebagai Pembebasan. Jika kita tidak memiliki konvensi, kita tidak bisa berkomunikasi. Jadi, ia memiliki kegunaan.
Sebagai contoh, orang-orang memiliki nama yg berbeda-beda, tetapi mereka semua adalah sama-sama manusia. Jika kita tidak mempunyai nama utk membedakan yg satu dgn yg lain, dan kita mau memanggil seseorang yg berdiri di kerumunan orang, dan berteriak, "Hei, Orang! Orang!", itu tidak ada gunanya. Anda tidak bisa menandai siapa yg akan menyahut anda karena mereka semua adalah "orang". Tetapi jika anda memanggil, "Hei, John!", maka John akan muncul, yg lain tidak akan menjawab. Fungsi nama adalah untuk ini. Melalui nama, kita bisa berkomunikasi, ia menyediakan dasar bagi prilaku sosial.
Jadi, anda seharusnya mengetahui baik konvensi maupun pembebasan. Konvensi memiliki kegunaan, tetapi sebenarnya tidak ada apa pun di sana. Bahkan orang pun tidak nyata. Mereka hanyalah sekumpulan unsur-unsur, yg lahir dari kondisi-kondisi penyebab, tumbuh berkembang sesuai kondisi, muncul utk sementara, dan selanjutnya hilang secara alamiah. Tidak ada seorang pun yg bisa melawan atau mengendalikannya. Tetapi tanpa konvensi, kita tidak punya apa pun untuk diucapkan, kita tidak akan punya nama, tidak berlatih, tidak bekerja. Aturan-aturan dan konvensi-konvensi itu dibuat agar kita punya bahasa, utk membuat segala sesuatunya jadi mudah, itu saja.
Tetapi jika kita mencoba utk berprilaku menurut realita tingkat yg lebih tinggi namun pada situasi yg salah, maka ini menjadi keliru. Di mananya yg keliru? Ia keliru karena berbenturan dgn kegelapan bathin orang-orang, itulah dia! Semua orang memiliki kegelapan bathin. Di dalam situasi yg satu, kita berprilaku dgn cara yg ini, di dalam situasi yg lain, kita harus berprilaku dgn cara yg lain pula. Kita harus mengetahui plus minusnya, karena kita hidup di dalam konvensi-konvensi. Masalah-masalah muncul karena orang melekat kepadanya. Jika menganggap sesuatu menjadi seperti itu, maka jadilah ia seperti itu. Ia disana karena kita menganggapnya ada di sana. Tetapi jika anda memperhatikan lebih cermat, secara absolut sebenarnya hal-hal ini tidak ada.
Seperti yg sudah sering saya katakan, sebelumnya kita adalah umat awam dan kini kita adalah bhikkhu. Kita hidup di dalam konvensi "umat awam" dan kini kita hidup di dalam konvensi "bhikkhu". Kita adalah bhikkhu secara konvensi, bukan bhikkhu di dalam Pembebasan. Pada awalnya kita merumuskan konvensi-konvensi seperti ini, tetapi jika seseorang cuma ditahbiskan saja, ini tidak berarti dia sudah menaklukkan kegelapan bathinnya. Jika kita mengambil segenggam pasir dan sepakat utk menyebutnya garam, apakah ini menjadikannya garam? Ia memang garam, tetapi hanya sebutannya saja, bukan kenyataannya. Anda tidak bisa memakainya utk masak. Satu-satunya fungsinya hanya ada di dalam lingkup kesepakatan itu saja, karena pada kenyataannya tidak ada garam apa pun di sana, hanya pasir. Ia menjadi garam hanya karena kita menganggapnya begitu.
Kata "Pembebasan" ini sendiri juga hanyalah sebuah konvensi saja, tetapi ia merujuk kepada hal-hal yg melampaui konvensi. Setelah mencapai kebebasan, setelah mencapai Pembebasan, kita tetap harus menggunakan konvensi utk merujuk kepadanya sebagai Pembebasan. Jika kita tidak memiliki konvensi, kita tidak bisa berkomunikasi. Jadi, ia memiliki kegunaan.
Sebagai contoh, orang-orang memiliki nama yg berbeda-beda, tetapi mereka semua adalah sama-sama manusia. Jika kita tidak mempunyai nama utk membedakan yg satu dgn yg lain, dan kita mau memanggil seseorang yg berdiri di kerumunan orang, dan berteriak, "Hei, Orang! Orang!", itu tidak ada gunanya. Anda tidak bisa menandai siapa yg akan menyahut anda karena mereka semua adalah "orang". Tetapi jika anda memanggil, "Hei, John!", maka John akan muncul, yg lain tidak akan menjawab. Fungsi nama adalah untuk ini. Melalui nama, kita bisa berkomunikasi, ia menyediakan dasar bagi prilaku sosial.
Jadi, anda seharusnya mengetahui baik konvensi maupun pembebasan. Konvensi memiliki kegunaan, tetapi sebenarnya tidak ada apa pun di sana. Bahkan orang pun tidak nyata. Mereka hanyalah sekumpulan unsur-unsur, yg lahir dari kondisi-kondisi penyebab, tumbuh berkembang sesuai kondisi, muncul utk sementara, dan selanjutnya hilang secara alamiah. Tidak ada seorang pun yg bisa melawan atau mengendalikannya. Tetapi tanpa konvensi, kita tidak punya apa pun untuk diucapkan, kita tidak akan punya nama, tidak berlatih, tidak bekerja. Aturan-aturan dan konvensi-konvensi itu dibuat agar kita punya bahasa, utk membuat segala sesuatunya jadi mudah, itu saja.
Ambil contoh uang misalnya. Di zaman dahulu, tidak ada uang
logam atau uang kertas, mereka tidak berharga. Orang biasanya tukar-menukar
barang-barang, tetapi barang-barang itu sulit disimpan, jadi mereka pun
menciptakan uang, dgn memakai koin dan kertas. Mungkin di masa depan akan
muncul dekrit raja yg baru bahwa kita tidak perlu lagi menggunakan uang kertas,
kita akan menggunakan lilin, yg dicairkan dan kemudian dibentuk menjadi
gumpalan-gumpalan. Kita menyebutnya uang dan memakainya di seluruh negeri. Jangankan
lilin, mereka bahkan mungkin akan menggunakan tahi ayam sebagai mata uang lokal
- semua yg lain tidak bisa menjadi uang, hanya tahi ayam saja! Lalu orang-orang
akan berkelahi dan saling membunuh demi memperebutkan tahi ayam!
Begitulah adanya. Anda bisa memakai banyak contoh utk menggambarkan konvensi. Apa yg kita gunakan sebagai uang hanyalah sebuah konvensi yg kita buat, ia memiliki kegunaannya di dalam lingkup konvensi itu. Setelah dideklarasikan menjadi uang, jadilah ia uang. Tetapi sebenarnya, apakah uang itu? Tidak ada seorang pun yg bisa menjawab. Ketika di sana ada sebuah persetujuan dan kesepakatan yg populer tentang sesuatu, maka konvensi akan muncul utk mememenuhi kebutuhannya. Dunia adalah seperti ini.
Ini adalah konvensi, tetapi utk membuat orang-orang paham tentang Pembebasan, benar-benar sulit. Uang kita, rumah kita, keluarga kita, anak-anak kita dan sanak famili kita hanyalah konvensi-konvensi yg kita ciptakan, tetapi sebenarnya, bila dilihat dgn sinar Dhamma, mereka bukanlah milik kita. Mungkin setelah mendengar ini, kita merasa tidak begitu nyaman, tetapi kenyataannya adalah seperti itu. Hal-hal ini menjadi bernilai hanya melalui konvensi yg telah dibuat. Jika kita sepakat bahwa ia tidak bernilai apa pun, maka ia menjadi tidak ada nilainya. Jika kita memutuskan bahwa ia punya nilai, maka ia pun bernilai. Begitulah adanya, kita membawa konvensi ke dunia ini utk memenuhi kebutuhannya.
Bahkan tubuh kita ini bukan benar-benar milik kita, kita cuma menganggapnya seperti itu. Ia sebenarnya cuma anggapan kita saja. Jika anda mencoba mencari suatu jati diri yg nyata dan substansial di dalamnya, anda tidak akan bisa. Mereka hanyalah unsur-unsur yg muncul, berlanjut untuk sementara dan kemudian mati. Segala sesuatunya adalah seperti ini. Tidak ada yg nyata, tidak ada substansi yg nyata di dalamnya, tetapi tidak ada salahnya jika kita memakainya. Seperti sebuah cangkir. Pada suatu saat cangkir itu akan pecah, tetapi selama ia masih ada, anda seharusnya memakainya dan merawatnya baik-baik. Ia adalah alat untuk anda pakai. Jika ia pecah, maka timbul kesulitan. Jadi, walaupun ia pasti akan pecah, anda seharusnya merawatnya sebisa mungkin supaya tidak cepat pecah.
Jadi, kita mempunyai empat kebutuhan pokok (note: empat kebutuhan Sangha - makanan, jubah, obat-obatan, tempat tinggal) yg berulang kali diajarkan Sang Buddha utk direnungkan. Mereka adalah kebutuhan yg diperlukan oleh bhikkhu utk bisa melanjutkan latihannya. Selama anda masih hidup, anda harus bergantung padanya, tetapi anda seharusnya memahami mereka. Jangan melekat padanya, yg bisa memunculkan nafsu keinginan di dalam pikiran anda.
Konvensi dan Pembebasan memiliki hubungan satu sama lain seperti ini secara terus-menerus. Walaupun kita memakai konvensi, jangan menganggapnya sebagai suatu kebenaran. Jika anda melekat padanya, penderitaan akan muncul. Seperti tentang benar dan salah, adalah sebuah contoh yg bagus. Beberapa orang menganggap salah menjadi benar dan benar menjadi salah, tetapi pada akhirnya siapa yg benar-benar mengetahui mana yg benar dan mana yg salah? Kita tidak tahu. Orang-orang yg berbeda-beda membuat konvensi yg berbeda-beda tentang mana yg benar dan mana yg salah, tetapi Sang Buddha mengambil penderitaan sebagai dasar acuannya. Jika anda ingin berdebat tentang hal ini, ia tidak akan berakhir. Yg satu bilang "benar", yg lain bilang "salah". Yg satu bilang "salah", yg lain bilang "benar". Sebetulnya kita sama sekali tidak tahu yg benar dan yg salah. Tetapi secara praktis, kita bisa mengatakan bahwa hal yg benar adalah tidak melukai diri sendiri dan pihak lain. Dengan cara ini, ia akan menjadi tujuan yg membangun bagi diri kita.
Begitulah adanya. Anda bisa memakai banyak contoh utk menggambarkan konvensi. Apa yg kita gunakan sebagai uang hanyalah sebuah konvensi yg kita buat, ia memiliki kegunaannya di dalam lingkup konvensi itu. Setelah dideklarasikan menjadi uang, jadilah ia uang. Tetapi sebenarnya, apakah uang itu? Tidak ada seorang pun yg bisa menjawab. Ketika di sana ada sebuah persetujuan dan kesepakatan yg populer tentang sesuatu, maka konvensi akan muncul utk mememenuhi kebutuhannya. Dunia adalah seperti ini.
Ini adalah konvensi, tetapi utk membuat orang-orang paham tentang Pembebasan, benar-benar sulit. Uang kita, rumah kita, keluarga kita, anak-anak kita dan sanak famili kita hanyalah konvensi-konvensi yg kita ciptakan, tetapi sebenarnya, bila dilihat dgn sinar Dhamma, mereka bukanlah milik kita. Mungkin setelah mendengar ini, kita merasa tidak begitu nyaman, tetapi kenyataannya adalah seperti itu. Hal-hal ini menjadi bernilai hanya melalui konvensi yg telah dibuat. Jika kita sepakat bahwa ia tidak bernilai apa pun, maka ia menjadi tidak ada nilainya. Jika kita memutuskan bahwa ia punya nilai, maka ia pun bernilai. Begitulah adanya, kita membawa konvensi ke dunia ini utk memenuhi kebutuhannya.
Bahkan tubuh kita ini bukan benar-benar milik kita, kita cuma menganggapnya seperti itu. Ia sebenarnya cuma anggapan kita saja. Jika anda mencoba mencari suatu jati diri yg nyata dan substansial di dalamnya, anda tidak akan bisa. Mereka hanyalah unsur-unsur yg muncul, berlanjut untuk sementara dan kemudian mati. Segala sesuatunya adalah seperti ini. Tidak ada yg nyata, tidak ada substansi yg nyata di dalamnya, tetapi tidak ada salahnya jika kita memakainya. Seperti sebuah cangkir. Pada suatu saat cangkir itu akan pecah, tetapi selama ia masih ada, anda seharusnya memakainya dan merawatnya baik-baik. Ia adalah alat untuk anda pakai. Jika ia pecah, maka timbul kesulitan. Jadi, walaupun ia pasti akan pecah, anda seharusnya merawatnya sebisa mungkin supaya tidak cepat pecah.
Jadi, kita mempunyai empat kebutuhan pokok (note: empat kebutuhan Sangha - makanan, jubah, obat-obatan, tempat tinggal) yg berulang kali diajarkan Sang Buddha utk direnungkan. Mereka adalah kebutuhan yg diperlukan oleh bhikkhu utk bisa melanjutkan latihannya. Selama anda masih hidup, anda harus bergantung padanya, tetapi anda seharusnya memahami mereka. Jangan melekat padanya, yg bisa memunculkan nafsu keinginan di dalam pikiran anda.
Konvensi dan Pembebasan memiliki hubungan satu sama lain seperti ini secara terus-menerus. Walaupun kita memakai konvensi, jangan menganggapnya sebagai suatu kebenaran. Jika anda melekat padanya, penderitaan akan muncul. Seperti tentang benar dan salah, adalah sebuah contoh yg bagus. Beberapa orang menganggap salah menjadi benar dan benar menjadi salah, tetapi pada akhirnya siapa yg benar-benar mengetahui mana yg benar dan mana yg salah? Kita tidak tahu. Orang-orang yg berbeda-beda membuat konvensi yg berbeda-beda tentang mana yg benar dan mana yg salah, tetapi Sang Buddha mengambil penderitaan sebagai dasar acuannya. Jika anda ingin berdebat tentang hal ini, ia tidak akan berakhir. Yg satu bilang "benar", yg lain bilang "salah". Yg satu bilang "salah", yg lain bilang "benar". Sebetulnya kita sama sekali tidak tahu yg benar dan yg salah. Tetapi secara praktis, kita bisa mengatakan bahwa hal yg benar adalah tidak melukai diri sendiri dan pihak lain. Dengan cara ini, ia akan menjadi tujuan yg membangun bagi diri kita.
Jadi, pada akhirnya, aturan-aturan dan konvensi dan
pembebasan, semuanya hanyalah dhamma-dhamma. Yg satu lebih tinggi dari yg lain,
tetapi mereka berjalan beriringan. Tidak mungkin kita bisa memastikan bahwa
segala sesuatunya seperti ini atau seperti itu, jadi Sang Buddha menyuruh kita
utk membiarkannya saja. Biarkan saja ia sebagai hal yg tidak pasti. Betapapun
anda menyukai atau membencinya, anda seharusnya memahaminya sebagai hal yg
tidak pasti.
Terlepas dari tempat dan waktu, keseleruhan praktek Dhamma akan mencapai penyelesaian di suatu tempat di mana tidak ada apa pun di sana. Ia adalah suatu tempat pelepasan, tempat kekosongan, tempat utk meletakkan segala beban. Inilah akhirnya. Ia bukan seperti orang yg berkata, "Mengapa bendera itu berkibar-kibar? Saya bilang itu karena angin." Orang yg lain berkata itu karena benderanya sendiri. Yg lain membantah dgn berkata itu karena angin. Tidak ada akhirnya! Sama seperti teka-teki kuno, "Yg mana yg muncul terlebih dahulu, ayam atau telur?" Tidak ada yg bisa menemukan jawabannya, ini adalah sifat alam.
Semua yg kita bicarakan ini hanyalah konvensi saja, buatan kita sendiri. Jika anda memahami hal-hal ini dgn kebijaksanaan, maka anda akan memahami ketidakkekalan, penderitaan dan tanpa diri. Ini adalah pandangan yg menuntun kepada pencerahan.
Anda tahu, melatih dan mengajari orang-orang dgn tingkat pemahaman yg berbeda-beda sangatlah sulit. Beberapa orang punya pemikiran tertentu, anda memberitahukan mereka sesuatu dan mereka tidak percaya kepada anda. Anda memberitahukan mereka kebenaran dan mereka bilang itu tidak benar. "Saya benar, anda yg salah...." Tidak ada akhirnya.
Jika anda tidak melepaskan, maka akan muncul penderitaan. Saya sudah pernah menceritakan tentang empat orang yg pergi ke hutan. Mereka mendengar seekor ayam berkokok, "Kukuruyukkkk!" Salah seorang di antara mereka bertanya-tanya, "Itu ayam jantan atau betina?" Tiga orang di antara mereka serentak berkata, "Itu ayam betina." Tapi seorang lagi tidak setuju, dia bersikeras itu adalah ayam jantan."Bagaimana bisa ayam betina berkokok seperti itu?" tanyanya. Teman-temannya pun membantah, "Ia punya mulut, bukan?" Mereka berempat pun berdebat dan terus berdebat sampai air mata mereka menetes, benar-benar marah, tetapi pada akhirnya mereka semua salah. Apakah anda menyebutnya ayam betina atau ayam jantan, itu hanyalah sebutan-sebutannya saja. Kita menciptakan konvensi-konvensi ini, menyatakan bahwa ayam jantan adalah seperti ini, ayam betina seperti itu; ayam jantan menangis seperti ini, ayam betina menangis seperti itu ..... dan beginilah kita terjebak di dunia ini! Ingatlah ini! Sebenarnya, jika anda bilang di sana tidak ada ayam betina dan tidak ada ayam jantan, maka itulah akhir dari semuanya.
Di dalam realita konvensional, satu sisi adalah benar dan sisi yg lain salah, tetapi tidak akan pernah ada kesepakatan yg komplit. Berdebat sampai air mata menetes, tidak ada gunanya.
Sang Buddha mengajarkan untuk tidak melekat. Bagaimana kita melatih ketidakmelekatan? Kita berlatih hanya dgn melepaskan kemelekatan, tetapi ketidakmelekatan ini sangat sulit utk dipahami. Perlu kebijaksanaan yg kuat utk menyelidiki dan menembusnya, utk benar-benar mencapai ketidakmelekatan.
Apakah orang-orang bahagia atau sedih, puas atau tidak puas, tidak tergantung kepada apakah mereka punya banyak atau punya sedikit - tetapi ia tergantung pada kebijaksanaan. Segala kesulitan bisa dilampaui hanya melalui kebijaksanaan, dgn melihat kebenaran dari segala sesuatunya.
Terlepas dari tempat dan waktu, keseleruhan praktek Dhamma akan mencapai penyelesaian di suatu tempat di mana tidak ada apa pun di sana. Ia adalah suatu tempat pelepasan, tempat kekosongan, tempat utk meletakkan segala beban. Inilah akhirnya. Ia bukan seperti orang yg berkata, "Mengapa bendera itu berkibar-kibar? Saya bilang itu karena angin." Orang yg lain berkata itu karena benderanya sendiri. Yg lain membantah dgn berkata itu karena angin. Tidak ada akhirnya! Sama seperti teka-teki kuno, "Yg mana yg muncul terlebih dahulu, ayam atau telur?" Tidak ada yg bisa menemukan jawabannya, ini adalah sifat alam.
Semua yg kita bicarakan ini hanyalah konvensi saja, buatan kita sendiri. Jika anda memahami hal-hal ini dgn kebijaksanaan, maka anda akan memahami ketidakkekalan, penderitaan dan tanpa diri. Ini adalah pandangan yg menuntun kepada pencerahan.
Anda tahu, melatih dan mengajari orang-orang dgn tingkat pemahaman yg berbeda-beda sangatlah sulit. Beberapa orang punya pemikiran tertentu, anda memberitahukan mereka sesuatu dan mereka tidak percaya kepada anda. Anda memberitahukan mereka kebenaran dan mereka bilang itu tidak benar. "Saya benar, anda yg salah...." Tidak ada akhirnya.
Jika anda tidak melepaskan, maka akan muncul penderitaan. Saya sudah pernah menceritakan tentang empat orang yg pergi ke hutan. Mereka mendengar seekor ayam berkokok, "Kukuruyukkkk!" Salah seorang di antara mereka bertanya-tanya, "Itu ayam jantan atau betina?" Tiga orang di antara mereka serentak berkata, "Itu ayam betina." Tapi seorang lagi tidak setuju, dia bersikeras itu adalah ayam jantan."Bagaimana bisa ayam betina berkokok seperti itu?" tanyanya. Teman-temannya pun membantah, "Ia punya mulut, bukan?" Mereka berempat pun berdebat dan terus berdebat sampai air mata mereka menetes, benar-benar marah, tetapi pada akhirnya mereka semua salah. Apakah anda menyebutnya ayam betina atau ayam jantan, itu hanyalah sebutan-sebutannya saja. Kita menciptakan konvensi-konvensi ini, menyatakan bahwa ayam jantan adalah seperti ini, ayam betina seperti itu; ayam jantan menangis seperti ini, ayam betina menangis seperti itu ..... dan beginilah kita terjebak di dunia ini! Ingatlah ini! Sebenarnya, jika anda bilang di sana tidak ada ayam betina dan tidak ada ayam jantan, maka itulah akhir dari semuanya.
Di dalam realita konvensional, satu sisi adalah benar dan sisi yg lain salah, tetapi tidak akan pernah ada kesepakatan yg komplit. Berdebat sampai air mata menetes, tidak ada gunanya.
Sang Buddha mengajarkan untuk tidak melekat. Bagaimana kita melatih ketidakmelekatan? Kita berlatih hanya dgn melepaskan kemelekatan, tetapi ketidakmelekatan ini sangat sulit utk dipahami. Perlu kebijaksanaan yg kuat utk menyelidiki dan menembusnya, utk benar-benar mencapai ketidakmelekatan.
Apakah orang-orang bahagia atau sedih, puas atau tidak puas, tidak tergantung kepada apakah mereka punya banyak atau punya sedikit - tetapi ia tergantung pada kebijaksanaan. Segala kesulitan bisa dilampaui hanya melalui kebijaksanaan, dgn melihat kebenaran dari segala sesuatunya.
Jadi, Sang Buddha menasehati kita utk menyelidiki, utk
merenungkan. "Perenungan" ini artinya mencoba utk menyelesaikan
masalah-masalah ini dgn benar. Ini adalah latihan kita. Seperti kelahiran, usia
tua, sakit dan kematian - ini adalah peristiwa-peristiwa yg paling alamiah dan
umum. Sang Buddha mengajarkan utk merenungkan kelahiran, usia tua, sakit dan
kematian, tetapi beberapa orang tidak memahami hal ini. "Apanya yg perlu
direnungkan?" mereka bilang. Mereka dilahirkan tetapi mereka tidak tahu
apa itu kelahiran, mereka akan mati tetapi mereka tidak memahami kematian.
Seseorang yg menyelidiki hal-hal ini secara terus-menerus, akan memahami. Setelah memahami, secara bertahap dia akan menyelesaikan masalah-masalahnya. Walaupun jika dia masih memiliki kemelekatan, jika dia punya kebijaksanaan dan memahami bahwa usia tua, sakit dan kematian adalah sifat-sifat dari alam, maka dia akan bisa meringankan penderitaan. Kita mempelajari Dhamma hanya utk ini saja - untuk mengobati penderitaan.
Tidak banyak yg menjadi dasar dari agama Buddha, hanya ada kelahiran dan kematian dari penderitaan, dan hal inilah yg Sang Buddha katakan sebagai kebenaran. Kelahiran adalah penderitaan, usia tua adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan dan kematian adalah penderitaan. Orang tidak melihat penderitaan ini sebagai kebenaran. Jika kita mengetahui kebenaran, maka kita pun mengetahui penderitaan.
Rasa bangga akan pendapat-pendapat pribadi, perdebatan-perdebatan ini, tidak akan berakhir. Supaya pikiran kita bisa beristirahat, utk menemukan kedamaian, kita seharusnya merenungkan masa lalu kita, saat ini, dan hal-hal yg sedang menunggu kita kelak. Seperti kelahiran, usia tua, sakit dan kematian. Apa yg bisa kita lakukan utk terhindar dari hal-hal ini? Walaupun kita mungkin masih punya sedikit kekhawatiran, jika kita menyelidikinya hingga kita mengetahui sesuai dgn kebenaran, maka segala penderitaan akan mereda, karena kita tidak lagi melekat padanya.
Seseorang yg menyelidiki hal-hal ini secara terus-menerus, akan memahami. Setelah memahami, secara bertahap dia akan menyelesaikan masalah-masalahnya. Walaupun jika dia masih memiliki kemelekatan, jika dia punya kebijaksanaan dan memahami bahwa usia tua, sakit dan kematian adalah sifat-sifat dari alam, maka dia akan bisa meringankan penderitaan. Kita mempelajari Dhamma hanya utk ini saja - untuk mengobati penderitaan.
Tidak banyak yg menjadi dasar dari agama Buddha, hanya ada kelahiran dan kematian dari penderitaan, dan hal inilah yg Sang Buddha katakan sebagai kebenaran. Kelahiran adalah penderitaan, usia tua adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan dan kematian adalah penderitaan. Orang tidak melihat penderitaan ini sebagai kebenaran. Jika kita mengetahui kebenaran, maka kita pun mengetahui penderitaan.
Rasa bangga akan pendapat-pendapat pribadi, perdebatan-perdebatan ini, tidak akan berakhir. Supaya pikiran kita bisa beristirahat, utk menemukan kedamaian, kita seharusnya merenungkan masa lalu kita, saat ini, dan hal-hal yg sedang menunggu kita kelak. Seperti kelahiran, usia tua, sakit dan kematian. Apa yg bisa kita lakukan utk terhindar dari hal-hal ini? Walaupun kita mungkin masih punya sedikit kekhawatiran, jika kita menyelidikinya hingga kita mengetahui sesuai dgn kebenaran, maka segala penderitaan akan mereda, karena kita tidak lagi melekat padanya.
( Ven.AJAHN CHAH )