Kamis, 19 Juli 2012

Ekor Ular





Kita sebagai manusia tidak menginginkan penderitaan.
Kita tidak ingin yang lain selain kesenangan. Tetapi
sesungguhnya, kesenangan merupakan penderitaan yang
halus, tidak kentara. Rasa sakit adalah penderitaan
yang nyata. Sederhananya, penderitaan dan kesenangan
seperti seekor ular. Kepalanya adalah penderitaan, ekornya adalah kesenangan. Di kepalanya terdapat racun. Mulutnya mengandung racun. Jika kamu mendekati kepala si ular, ia akan menggigitmu. Jika kamu memegang ekornya sepertinya aman-aman saja, tetapi apabila kamu tetap memegang ekornya tanpa melepaskannya, ular tersebut akan berbalik dan menggigitmu juga. Hal ini dikarenakan baik kepala ular maupun ekornya terdapat pada satu tubuh ular yang sama.
Baik kebahagiaan maupun kesedihan berasal dari sumber yang sama: kemelekatan dan kegelapan batin.
Itulah mengapa ada waktunya ketika kamu bahagia tetapi tetap merasa gelisah dan tidak nyaman –bahkan ketika kamu telah memperoleh hal yang kamu suka,seperti pencapaian materi, status, dan dipuji. Ketika kamu memperoleh hal-hal ini kamu merasa senang,
tetapi sebenarnya pikiranmu tidak benar-benar damai karena ada kekhawatiran bahwa kamu akan kehilangan hal-hal tersebut. Kamu takut sumber kesenangan ini akan menghilang. Ketakutan ini yang menyebabkan kamu jauh dari kedamaian. Terkadang kamu ternyata
benar-benar kehilangan hal-hal ini dan saat itulah kamu menjadi sangat menderita.
Ini berarti bahwa bahkan apabila hal-hal ini membahagiakan, penderitaan berada dibalik kebahagiaan tersebut. Kita hanya tidak menyadarinya. Sama seperti ketika kita memegang
seekor ular: Meskipun kita memegang ekornya, jika kita tetap memegang ular tersebut tanpa melepaskannya,ular tersebut akan balik dan menggigit kita.
Dengan demikian, kepala ular dan ekor ular, kejahatan dan kebaikan: Inilah yang membentuk sebuah lingkaran yang akan terus berputar. Itulah mengapa kesenangan dan rasa sakit, baik dan buruk bukanlah sang jalan (menuju kesucian).






(Insight Vidyâsenâ Production)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar