...Sama seperti ketika seorang dokter memberikan sebotol obat kepada seorang pasien yang demam.Di bagian luar botol terdapat sebuah label yang memberitahu berbagai macam penyakit yang dapat disembuhkan oleh obat tersebut. Sedangkan obat yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut, terdapat di dalam botol. Jika sang pasien menghabiskan waktunya untuk membaca label –bahkan jika dia membacanya ratusan kali atau ribuan kali- dia akan berakhir dengan meninggal dunia dan tidak akan pernah mendapatkan keuntungan dari obat tersebut. Dia kemudian akan membuat pertengkaran, mengeluh dokternya tidak bagus, obatnya tidak dapat menyembuhkan penyakit yang dinyatakan bisa disembuhkannya, padahal ia bahkan tidak pernah membuka tutup botol untuk mengambil obatnya.
Kebajikan, konsentrasi, dan kebijaksanaan: ini adalah tiga hal yang disebut Sang Buddha sebagai sebuah jalan. Sang jalan bukanlah agama, dan ia bukanlah tujuan yang sesungguhnya diinginkan oleh Sang Buddha, melainkan merupakan jalan bagi kita untuk sampai ke sana. Sama seperti ketika kamu datang dari Bangkok ke Wat Nong Pah Pong. Kamu tidak menginginkan jalan yang menuju ke sini. Sesungguhnya yang kamu inginkan adalah mencapai vihara ini. Tetapi jalan tersebut diperlukan oleh dirimu untuk bisa sampai kesini. Jalan menuju ke sini bukanlah vihara itu sendiri. Ia hanyalah jalan menuju vihara. Kamu harus mengikuti jalan tersebut untuk bisa sampai ke vihara.Kebajikan, konsentrasi, dan kebijaksanaan adalah jalan menuju kedamaian, dimana kedamaian adalah hal yang sesungguhnya kita inginkan.
Sang Buddha guru kita berkata bahwa segala sesuatu berjalan sebagaimana adanya mereka. Jika kita melekat pada usaha kita dalam latihan, kita tidak dapat mengendalikan apakah latihan kita akan berjalan cepat atau lambat. Sama seperti menanam sebuah pohon cabai. Pohon tersebut tahu apa yang dilakukannya. Jika kita menginginkannya tumbuh cepat, kita harus tahu bahwa itu hanyalah suatu khayalan saja. Jika kita menginginkannya tumbuh lambat, kita harus tahu bahwa itu hanyalah suatu khayalan saja. Hanya ketika kita benar-benar menanam pohon cabai tersebut maka kita akan memperoleh buah yang kita inginkan. Ketika kita menanam sebuah pohon cabai, tugas kita adalah menggali sebuah lubang, memberikan pohon tersebut air, memberikan pupuk, menjauhkan serangga darinya. Hanya itu saja. Hanya itu yang tergantung pada kita, tergantung pada pendirian kita. Sedangkan mengenai apakah buah cabainya akan muncul atau tidak, itu tergantung pada pohonnya. Hal tersebut tidak tergantung pada kita. Kita tidak dapat menarik pohon tersebut untuk membuatnya tumbuh.
Adalah baik untuk membuat pikiran bersih dan damai, tetapi hal ini sulit. Kamu harus memulainya dari luar –uacapan dan tindakan tubuhmu- baru kemudian menuju ke dalam, yaitu pikiran. Jalan yang menuju pada kesucian, untuk menjadi sebuah perenungan, adalah sebuah jalan yang dapat mencuci bersih keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin. Kamu harus berlatih menahan dan pengendalian diri, itulah mengapa membuatnya menjadi susah untuk dilakukan –tetapi lalu kenapa kalau hal ini susah? Sama seperti mengambil kayu untuk membuat sebuah meja atau sebuah kursi. Susah memang, tetapi lalu kenapa kalau susah? Kayu tersebut harus melalui proses tersebut. Sebelum ia menjadi sebuah meja atau sebuah kursi, kita harus mulai dari pekerjaan yang kasar dan berat terlebih dahulu. Sama halnya dengan diri kita. Kita harus menjadi terlatih pada saat kita belum terlatih, menjadi sangat baik ketika kita belum sangat baik, menjadi terampil sebelum kita terampil.
Masing-masing dari kita disini adalah sama. Kita tidak berbeda satu dengan yang lainnya. Kita tidak mempunyai guru saat ini –jika kamu ingin menembus Dhamma, hatimu harus mengajarkan dirinya sendiri. Jika hatimu tidak mengajarkan dirinya sendiri, maka tidak peduli berapa banyak orang telah mengajarkanmu, hatimu tidak akan mendengarkan, hatimu tidak akan memahami. Hati itu sendiri harus menjadi guru. Tidaklah mudah bagi kita untuk melihat diri sendiri. Sangatlah susah. Jadi pikirkan tentang ini sedikit. Kita semua telah melakukan kejahatan. Sekarang kita sudah tua, kita harus berhenti. Buatlah kejahatan itu menjadi lebih ringan. Kurangi. Hingga menjadi tidak ada sama sekali. Pada saat inilah. Balik pikiranmu ke arah kebajikan.
Seperti seseorang yang sangat kehausan karena menempuh perjalanan yang sangat jauh. Dia meminta air, tetapi orang yang memiliki air berkata kepadanya, “Boleh saja jika kamu ingin minum air ini. Airnya jernih, baunya tercium bagus, rasanya juga enak, tetapi air ini beracun, saya ingin kamu tahu itu. Air ini bisa meracunimu hingga mati atau memberimu rasa sakit seperti mati.” Tetapi laki-laki yang haus tersebut tidak akan mendengar karena dia sangat kehausan. Atau seperti seseorang setelah menjalani pembedahan. Dia diberitahu oleh dokter untuk tidak meminum air, tetapi dia meminta air untuk diminum.Seseorang yang haus akan hawa nafsu adalah seperti ini: haus akan pemandangan, haus akan suara,bebauan, atau rasa, yang kesemuanya beracun. Sang Buddha memberitahukan kepada kita bahwa pandangan, suara, bebauan, sensasi sentuhan, dan buah-buah pikiran adalah beracun. Mereka merupakan perangkap. Tetapi kita tidak mendengarkan Beliau. Seperti laki-laki yang haus akan air yang tidak akan mendengarkan peringatan karena rasa hausnya terlalu besar: Tidak peduli berapa banyak masalah atau rasa sakit akan ia jalani, yang ia minta hanyalah air untuk diminum. Dia tidak peduli, jika setelah meminum air tersebut, dia akan meninggal atau menderita rasa sakit seperti kematian. Secepat ia memperoleh segelas air ditangannya, dia akan terus minum. Seorang manusia yang haus akan hawa nafsu akan meminum pandangan,meminum suara, meminum bebauan, meminum rasa,meminum sensasi sentuhan, dan meminum buah-buah pikiran. Kesemua hal tersebut terlihat nikmat, jadi dia terus meminumnya. Dia tidak dapat berhenti. Dia akan meminum semuanya hingga dia mati –terjebak dalam perbuatan tersebut, tepat berada di tengah hawa nafsu.
Hawa nafsu adalah sesuatu yang sulit untuk dihindari. Tidak ada bedanya dengan memakan daging dan kemudian sepotong kecil daging tersangkut di gigimu. Wow, itu rasanya sakit! Bahkan sebelum kamu selesai makan, kamu akan mengambil tusuk gigi untuk mengeluarkannya. Ketika daging tersebut sudah terlepas kamu akan merasa lega sebentar dan kamu tidak ingin makan daging lagi. Tetapi ketika datang lebih banyak daging ke hadapanmu, maka sepotong daging lain akan tersangkut lagi di gigimu. Kamu akan mengeluarkannya lagi dan kamu akan merasa lega lagi. Itu semua adalah hawa nafsu: tidak lebih dari sepotong daging yang tersangkut di gigimu. Kamu merasa risau dan gelisah, dan kemudian kamu akan mengeluarkannya dari sistemmu dengan cara apa pun juga. Kamu tidak mengerti tentang apa ini semua. Ini menakjubkan.